Apa itu hijrah?
Perkara
"hijrah" menjadi buah bibir belakangan ini. Artis-artis terkenal
memilih hijrah dan menghentikan keartisannya. Mereka keluar dari gempita
dunia hiburan dan hidup sederhana namun sarat akan tuntunan agama.
Sebut
saja Teuku Wisnu, Egi John, atau Caisar, para artis yang keluar dari
dunia hiburan. Teuku Wisnu memutuskan berhenti total main sinetron dan
kini sibuk berbisnis kuliner. Caisar juga sempat menyatakan berhenti
berjoget dengan alasan menghindari hal-hal yang dilarang agama. Namun
dia belakangan kembali mengisi acara musik di televisi, belum diketahui
alasannya.
Banyak
juga berseliweran di internet soal kisah para pekerja perbankan yang
hijrah. Mereka berhenti dari bank-bank konvensional lantaran menganggap
pekerjaan itu mengandung unsur ribawi yang terlarang dalam Islam. Tidak
jarang, yang berhenti bekerja ini telah punya jabatan tinggi di
kantornya.
Atau
juga para musisi. Beberapa orang musisi, salah satunya Sunu eks Mata
Band, bisa kita saksikan berubah penampilan, lebih relijius. Secara
gamblang mereka menyatakan hijrah, tidak lagi bermain musik dan mulai
memperdalam agama.
Lantaran nama-nama besar yang hijrah, kini semua orang bicara hijrah. Memangnya apa hijrah itu?
Dikutip
dari berbagai sumber, arti hijrah dalam bahasa bisa berarti "memutuskan
hubungan". Contohnya, seseorang meninggalkan kampung halamannya menuju
tempat lain. Dalam hal ini, dia memutuskan hubungan antara dirinya dan
kampung halamannya.
Hijrah
dalam konteks Islam berarti memutuskan atau meninggalkan apa yang
dibenci Allah menuju apa yang dicintaiNya, atau yang dikenal dengan
istilah "hijrah kepada Allah dan RasulNya".
Hal ini sesuai dengan hadits Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam
yang disampaikan ketika beliau hijrah dari Mekah ke Madinah: "Maka
barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan RasulNya, maka hijrahnya
itu kepada Allah dan RasulNya." (HR Bukhari dan Muslim).
Dalam hadits lain, Rasulullah menegaskan bahwa berhijrah berarti meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah.
“Seorang
Muslim ialah orang yang Muslim lainnya selamat dari gangguan lisan dan
tangannya. Dan seorang muhajir (orang yang berhijrah) adalah yang
meninggalkan apa yang dilarang oleh Alloh.” (HR. Bukhori dan Muslim).
Untuk
kasus hijrah para artis, mereka meninggalkan dunia hiburan dan merapat
kepada agama. Tidak hanya berhenti bekerja, mereka juga harus mencari
lingkungan lain agar tidak mudah kembali terpengaruh.
Haruskah berhenti bekerja?
Mereka
yang telah mantap hijrah memutuskan untuk meninggalkan pekerjaan yang
telah ditekuni sejak lama. Hal ini lantaran mereka beranggapan pekerjaan
tersebut banyak melanggar hukum agama sehingga membuat jauh dari Allah.
Musisi
berhenti bermusik karena sebagian ulama pendapat bahwa musik haram,
atau pekerja bank mengundurkan diri lantaran menganggap ribawi itu
hukumnya haram. Para ulama menyatakan hijrah ini harus dilakukan segera,
sesuai dengan surat Adz Dzariyaat ayat 50: “Maka segeralah kembali pada
Allah.”
Selain
itu, mereka yang hijrah tidak khawatir meninggalkan pekerjaannya
sekarang karena yakin Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik.
Hal ini disampaikan Nabi Muhammad dalam sebuah hadits shahih:
"Sesungguhnya tidaklah Engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, kecuali
Allah pasti akan menggantinya dengan yang lebih baik.” (HR Ahmad).
Biasanya para muhajir mencari pekerjaan lain yang tidak melanggar syariat, salah satunya berdagang.
Namun
"ganti yang lebih baik" ini bisa jadi datang terlalu lama, atau bahkan
tidak datang sama sekali hingga sang muhajir meninggal dunia. Ada
contohnya? Ada.
Dikisahkan dalam banyak buku-buku sejarah para sahabat, hiduplah pria
bernama Mush’ab bin Umair. Di masa sebelum munculnya Islam, Mush'ab
adalah pemuda yang kaya raya, pakaiannya sangat indah, bahkan, konon,
dari jauh semua orang bisa mencium wangi parfum Mush'ab yang dikenal
parlente.
Namun
setelah masuk Islam, dia hijrah ke Madinah bersama Rasulullah,
meninggalkan seluruh harta bendanya. Diceritakan kehidupan Mushab saat
itu melarat, bajunya kumal, persis gelandangan. Namun dia tidak lantas
berubah pikiran hingga tewas terbunuh di usia 40 tahun dalam Perang
Uhud.
Saking miskinnya, Mush'ab tidak memiliki kain kafan di rumahnya untuk
membalut jenazahnya. Dia dimakamkan dengan selembar kain yang tidak
cukup panjang untuk menutupi kakinya.
Bagi
orang awam, kematian Mush'ab dalam kemiskinan sepertinya bertolak
belakang dengan "ganti yang lebih baik" yang dijanjikan Rasulullah.
Namun menurut ulama Ibnul Qayyim al Jauziyah dalam salah satu kitabnya
yang populer, Al Fawaid, ganti yang lebih baik tidak melulu materi,
melainkan ketenangan dan kedamaian hati. Kiranya itulah yang dirasakan
Mush'ab.
“'Ganti'
yang diberikan di sini beraneka ragam. Akan tetapi 'ganti yang lebih
besar' adalah kecintaan dan kerinduan pada Allah, ketenangan hati,
keadaan yang terus mendapatkan kekuatan, terus memiliki semangat hidup,
juga kebanggaan diri serta ridha pada Allah.” (Al Fawaid, hal. 166).
0 komentar:
Posting Komentar